Hikmah Dilahirkannya Nabi Muhammad pada Hari Senin Bulan Rabiul Awwal
Maulid atau hari kelahiran Nabi Muhamad saw jatuh pada hari Senin, bulan Rabiul Awwal, tahun 571 M. Allah memilihkan hari dan bulan kelahirannya (maulid) demikian, bukan hari-hari dan bulan-bulan lain yang dinilai “baik” dalam Islam.
Waktu kelahiran Nabi Muhammad saw (maulid) diperingati setiap tahunnya di banyak tempat di pelosok dunia. Waktu kelahirannya disambut gembira oleh umat Islam sebagai simbol terbitnya fajar budi pekerti dan nilai-nilai luhur kemanusiaan serta keilahian.
ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ, وَبُعِثْتُ فِيهِ, أَوْ أُنْزِلَ عَلَيَّ فِيهِ
“Itu (puasa Senin) hari aku dilahirkan, aku diutus, atau hari wahyu diturunkan kepadaku,” (HR Muslim).
Allah memilih kelahiran Nabi Muhammad saw (maulid) jatuh pada Senin, 12 Rabiul Awwal. Allah tidak memilih hari kelahirannya (maulid) pada malam lailatul qadar, malam nishfu Sya’ban, hari Jumat, atau malam Jumat.
Allah juga tidak memilih kelahiran Nabi Muhammad saw (maulid) pada Ramadhan, bulan di mana Al-Qur’an diturunkan, atau asyhurul hurum (bulan-bulan mulia dalam Islam). Tentu ada hikmahnya di balik itu semua.
Jalaluddin As-Suyuthi dalam karyanya Husnul Maqshid fi Amalil Mawlid mengutip penjelasan Ibnul Haj Al-Abdari Al-Maliki Al-Fasi terkait hikmah di balik kelahiran Nabi Muhammad saw (maulid) pada hari Senin, bulan Rabiul Awwal.
Ibnul Haj, seperti dikutip Jalaluddin As-Suyuthi, menyebut ada empat hikmah di balik kelahiran Nabi Muhammad saw (maulid) pada hari Senin, bulan Rabiul Awwal. (As-Suyuthi, Husnul Maqshid fi Amalil Mawlid, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: tanpa tahun], halaman 67-68).
Pertama, Senin adalah hari di mana Allah menciptakan pohon. Hari Senin mengingatkan pada penciptaan makanan pokok, rezeki, aneka buah, dan ragam kebaikan yang menjadi logistik dan asupan manusia serta menyenangkan hati mereka.
Kedua, secara etomologi, kata “Rabi” berarti musim semi sebagai isyarat dan optimistis kalau dikaitkan secara etimologi. Abu Abdirrahman As-Shaqli mengatakan, “Setiap orang memiliki ‘nasib’ (baik) dari namanya.”
Ketiga, musim semi (Ar-Rabi’) merupakan musim yang paling pas (adil) dan terbaik sebagaimana syariat Nabi Muhammad saw yang paling adil (paling toleran).
Keempat, Allah memang ingin memuliakan waktu tersebut karena kelahiran Nabi Muhammad saw. Seandainya Nabi Muhammad saw dilahirkan pada waktu mulia yang sudah ada, niscaya orang mengira bahwa Nabi Muhammad saw menjadi mulia karena dilahirkan pada waktu mulia.
Demikian empat hikmah yang disebutkan oleh Ibnul Haj perihal waktu kelahiran Nabi Muhammad saw. Wallahu a’lam.